Buat kamu yang kemarin skip acara ini dijamin menyesal!
Setelah diumumkan pada awal bulan November lalu, akhirnya Feminist Festival 2021 resmi diselenggarakan. Acara yang digelar oleh Lintas Feminis Jakarta (Jakarta Feminist), yakni sebuah komunitas feminis berbasis di JABODETABEK yang memiliki misi ingin mempromosikan nilai-nilai feminis agar kesetaraan gender di Indonesia bisa tercapai.
Terkait dengan kampanye tersebut, Lintas Feminis Jakarta membuat berbagai program yang intinya menyuarakan isu-isu minoritas yang berkaitan dengan kesetaraan dan gender. Salah satunya adalah Feminist Festival.
Feminist Festival 2021 mengusung tema “Untuk Internet yang Lebih Feminis”. Bukan tanpa alasan, pemilihan tema tersebut sejalan dengan hasil survei yang dilakukan secara digital pada akhir tahun 2020 kemarin.
Melalui survei tersebut, ditemukan bahwa kekerasan berbasis gender di platform online meningkat drastis selama pandemi. Menurut data yang dikumpulkan oleh Jakarta Feminist, sekitar 48 persen korban kekerasan berbasis gender, pernah mengalami kekerasan secara digital. Mulai dari ancaman hingga penyebaran foto atau video tidak senonoh.
Acara Feminist Festival 2021 berlangsung selama tiga hari. Dimulai dari Jumat, 26 hingga Minggu, 28 November 2021. Selama tiga hari, Feminist Festival 2021 menghadirkan kurang lebih 16 seminar dengan topik pembahasan yang berbeda-beda.
(BACA JUGA: Jakarta Masuk Sebagai Kota Paling Tidak Aman Bagi Perempuan)
Seperti ‘Pandemi dan Aksesibilitas’, ‘Women, Justice, and Borders’, ‘Internet Safety for Women Human Rights Defender’, Strategi Keamanan Digital, dan masih banyak lagi. Dari beberapa seminar yang sempat diikuti oleh GLITZMEDIA, seminar ‘Future Youth Employement’ bisa jadi yang paling menarik untuk diulas.
Pada seminar tersebut, turut hadir para pembicara yang memang andal di bidangnya masing-masing. Pertama ada Khanza Vinaa selaku transpuan dari Sanggar Swara, sebuah perkumpulan transpuan muda yang fokus bergerak di bidang pendidikan, pemberdayaan, advokasi, dan manajemen krisis transpuan muda di wilayah JABODETABEK.
Ada juga Yuri Muktia sebagai perwakilan dari perempuan pekerja yang juga seorang ibu tunggal. Terakhir ada Marthella Rivera perwakilan dari Konekin, sebuah platform sosial yang mendorong ekosistem inklusif di Indonesia melalui penyebaran informasi, peningkatan partisipasi publik, dan penciptaan kolaborasi dengan penyandang disabilitas.
Ketiga narasumber banyak sekali berbagi informasi menarik nan penting, yang mungkin sebelumnya tidak pernah didengar oleh banyak masyarakat atau mungkin tidak disadari. Salah satunya adalah sulitnya menjadi seorang transgender di Indonesia.